Monday, February 18, 2019

Mengubah Perilaku Administrator Publik Melalui Implementasi Etika Administrasi Publik


MENGUBAH PERILAKU ADMINISTRATOR PUBLIK MELALUI IMPLEMENTASI ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK *)


A.                PENDAHULUAN
Permasalahan administrasi publik tidak hanya mengenai aspek struktur dan prosedur organisasi atau kelembagaan, tetapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia aparaturnya atau administrator publik. Perbaikan pada tataran oganisasi kelembagaan dan prosedur administrasi publik akan menjadi sangat tidak efektif apabila tidak diikuti dengan perubahan yang mengarah pada peningkatan kompetensi, integritas pribadi, perilaku maupun profesionalitas aparat pelaksananya. Sejalan dengan itu, Soesilo Zauhar mendefinisikan Reformasi Administrasi sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah :[1]
1.    Struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional/ kelembagaan).
2.    Sikap dan perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efektivitas organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dalam kenyataannya sekarang ini, perilaku para administrator publik kita tidak mencerminkan seorang administrator publik yang profesional, kompeten dan memiliki integritas tinggi. Masih banyak kita dapati kasus-kasus para pejabat dan pegawai pemerintahan yang melakukan tindakan-tindakan KKN, melanggar hukum maupun perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penelitian dan riset yang telah dilakukan, sebagaimana hasil riset LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dilakukan dalam kurun waktu semester 1 tahun 2015. Dalam hasil riset tersebut, dinyatakan bahwa pelaku korupsi terbanyak berasal dari kalangan pejabat atau pegawai kementerian dan pemerintah daerah. Sebanyak 267 pelaku berlatar pejabat dan pegawai pemerintah, 97 pelaku pegawai swasta, anggota legislatif sebanyak 24 orang, dan pegawai BUMN/BUMD sebanyak 10 orang, serta kelompok masyarakat sebanyak 10 orang.[2] Atau yang terbaru, berdasarkan infografis yang dipublikasikan oleh portal detik.com pada tanggal 23 September 2017 mengenai profesi yang paling banyak terjerat korupsi oleh KPK, antara lain : Swasta (178), Pejabat Eselon I, II dan III Pemerintah (159), Anggota DPR/DPRD (135), Gubernur/Walikota/Bupati dan Wakil (83), Kepala Lembaga atau Kementerian (25), Hakim (18), Komisioner (7), dan Duta Besar (4).[3] Berbagai contoh hasil riset dan penelitian ini belum lagi ditambah dengan perilaku para administrator pemerintahan yang terlibat dengan berbagai tindakan kriminal, terlibat narkoba, perzinahan, maupun tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya di masyarakat.
Persoalan perilaku para administrator publik dan lebih umumnya masyarakat dan bangsa yang semakin terdegradasi dewasa ini, juga menjadi perhatian serius dari pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, dengan dicanangkannya gerakan nasional Revolusi Mental. Pada suatu kesempatan, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa karakter bangsa dan masyarakat Indonesia yang santun, berbudi pekerti, ramah, dan bergotong royong, yang seharusnya dapat menjadi modal untuk membuat rakyat sejahtera, sekarang ini telah mengalami degradasi. Degradasi karakter inilah yang merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidakdisiplinan. Kondisi yang telah dibiarkan selama bertahun-tahun ini pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa dan menjadi hal yang lumrah.[4]
Berangkat dari berbagai kondisi dan permasalahan diatas, maka kami mengangkat tema “Mengubah Perilaku Administrator Publik melalui Implementasi Etika Administrasi Publik” sebagai pokok bahasan dalam tulisan kali ini.


B.                 ANALISIS MASALAH
1.      Pengertian Etika dan Istilah Lain yang Identik
Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani “Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau adat[5]. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika disebut sebagai : (1) Ilmu tentang apa yang “baik” dan apa yang “buruk” dan tentang hak dan kewajiban moral, (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat.[6] Dan dalam Encyclopedia Britannica, etika dinyatakan dengan tegas sebagai filsafat moral, yaitu studi sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya.[7]
Adapun istilah-istilah lain yang memiliki kemiripan makna atau identik dengan etika adalah :[8]
a.    Susila (Sansakerta), yang lebih berorientasi kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
b.    Akhlak (Arab) yang berarti moral.
c.    Moral (Latin), yang berasal dari kata “Mos” dengan bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti adat atau cara hidup.
Berbagai istilah tersebut sebenarnya memiliki makna yang hampir sama, semua terkait dengan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari, namun memiliki sedikit perbedaan kecil terutama dalam hal penggunaannya. Perbedaan ini sebagaimana disimpulkan oleh Deddy Mulyadi, Hendrikus T. Gedeona, dan Muhammad Nur Afandi, adalah konsep etika penekan pemahamannya lebih sebagai sebuah refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan, dan bagaimana melakukan yang baik dan benar. Sementara konsep moral penekannya pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya dilakukan.[9] Selain itu perbedaannya ada pada pemakaian sehari-hari, moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.[10]
Lebih lanjut, banyak ahli dan pakar memberikan pengertian dan makna tentang etika ini, beberapa diantaranya adalah :[11]
-       Poedjawijatna mengatakan bahwa etika merupakan cabang filsafat. Etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya.
-       Bertens menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah satu diantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak.
-       Etika menurut Bratawijaya adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral. Etika ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu :
a.    Etika Umum adalah menyajikan suatu pendekatan yang teliti mengenai norma-norma yang berlaku umum bagi setiap warga masyarakat.
b.    Etika Khusus adalah penerapan etika umum dalam kegiatan profesi, misalnya Etika Dosen, Etika Sekretaris, Etika Dokter, Etika Bisnis dan Etika Pelayanan.

2.      Etika Administrasi Publik
Sebagai bagian dari suatu ilmu dan praktek yang membahas tentang hubungan antar manusia, maka bahasan tentang perilaku manusia dalam hubungan tersebut juga termasuk sebagai bagian dari administrasi publik. Para ahli menyepakati bahwa bahasan ini memiliki kecocokan atau kesinambungan makna dengan istilah etika (etika administrasi publik), dibanding penggunaan istilah susila, akhlak maupun moral. Secara sederhana makna etika administrasi publik adalah pemberlakuan etika dalam lingkup administrasi publik. Menurut Darwin, etika dalam birokrasi pemerintahan atau etika birokrasi adalah seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi.[12]
Bowman dalam bukunya “Achieving Competencies in Public Services, The Professional Edge” menguraikan bahwa etika merupakan salah satu kompetensi (kompetensi etis) yang harus dimiliki oleh pejabat publik dan aparatur birokrasi pelayanan, selain kompetensi teknis dan kompetensi kepemimpinan. Kompetensi etis ini meliputi aspek-aspek: manajemen nilai, pengembangan dan penalaran moral, moralitas publik dan pribadi, serta etika organisasi/keterampilan etika.[13] Sedangkan etika dalam proses melakukan analisis kebijakan adalah komitmen analis kebijakan untuk tetap berasas dalam kebenaran ketika melakukan aktivitas menganalisis masalah kebijakan. Masalah kebijakan dalam kaitan ini bukan hanya dipandang sebagai aktivitas membela klien yang didampinginya, tetapi jauh dari itu, seorang analis kebijakan harus mampu memilah mana yang termasuk kepentingan klien dan mana yang termasuk kepentingan umum.[14]
Sebagai suatu konsep yang dinamis, maka administrasi publik juga mengalami berbagai perubahan dan pergeseran paradigma. Harbani Pasolong menyimpulkan, terdapat 3 (tiga) hal pokok terkait pergeseran paradigma ini dikaitkan pula dengan etika, antara lain : (1) proses menguji dan mempertanyakan standar etika dan asumsi, secara independen; (2) isi standar etika yang seharusnya merefleksikan nilai-nilai dasar masyarakat dan perubahan standar tersebut baik sebagai akibat dari menyempurnakan pemahaman terhadap nilai-nilai dasar masyarakat, maupun sebagai akibat dari munculnya masalah-masalah baru dari waktu ke waktu; (3) konteks birokrasi dimana para administrator bekerja dapat mempengaruhi otonomi mereka dalam beretika.[15]
Dalam konteks kepegawaian negara, etika seorang Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam peraturan perundang-undangan ini diatur mengenai etika-etika seorang PNS dalam etika dalam bernegara, etika dalam berorganisasi, etika dalam bermasyarakat, etika terhadap diri sendiri, serta etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil. Etika seorang PNS juga diatur secara implisif pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam regulasi ini berisi tentang ketentuan perilaku seorang PNS beserta konsekuensi yang akan didapat oleh PNS tersebut apabila tidak menjalankannya atau mematuhinya, yang berisi tentang kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan seorang PNS.
Dari berbagai uraian diatas, dapat digarisbawahi bahwa etika administrasi publik atau dalam istilah lainnya etika publik memiliki makna pengimplementasian etika dalam setiap tahapan tugas dan fungsi administrator publik untuk melayani publik. Hal ini sesuai dengan apa yang disimpulkan oleh Deddy Mulyadi, Hendrikus T. Gedeona, dan Muhammad Nur Afandi, bahwa etika publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan aparatur birokrasi pemerintahan dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik.[16]

3.      Implementasi Etika Administrasi Publik
Pengimplementasian etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari Kode Etik yang dimiliki administrator publik. Menurut ensiklopedia Wikipedia, Kode Etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.[17] Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari[18]. Kehadiran kode etik ini dapat berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam bekerja diatur secara lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada dalam suatu organisasi pelayanan publik.[19]
Hal inilah yang sekaligus menjadi permasalahan dalam praktek administrasi publik di Indonesia. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa kalangan profesi saja, seperti profesi/ahli hukum dan kedokteran. Di sisi lain dalam banyak kasus, kehadiran kode etik profesi justru cenderung untuk melindungi kepentingan profesi. Kode etik yang semula menginginkan setiap anggota profesi patuh kepadanya justru dipakai untuk membela para anggotanya yang dianggap mal-praktek.[20]
Untuk itulah adanya kode etik administrator publik, utama dalam hal pelayanan publik; kode etik bagi pelayan publik (Code of Conduct for Public Servants) menjadi wacana yang sangat penting untuk diimplementasikan. Kita patut belajar dari pengalaman Amerika Serikat dalam mengupayakan implementasi etika administrasi publik. Salah satu contohnya dalam hal pelayanan publik, yaitu adanya kode etik yang dimiliki oleh American Society for Public Administration (ASPA). Adapun etika administrasi publik ASPA ini, yang sekaligus dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para administrator publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai berikut :[21]
1.      Pelayanan kepada masyarakat adalah di atas pelayanan kepada diri sendiri;
2.      Rakyat adalah berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah pada akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat;
3.      Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah. Apabila hukum atau peraturan dirasa bermakna ganda, tidak bijaksana, atau perlu perubahan, kita akan mengacu kepada sebesar-besarnya kepentingan rakyat sebagai patokan;
4.      Manajemen yang efisien dan efektif adalah dasar bagi administrasi negara. Penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan, dan/atau penyelewengan tidak dapat dibenarkan. Pegawai-pegawai bertanggung jawab untuk melaporkan jika ada tindakan penyimpangan;
5.      Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas- asas itikad yang baik akan didukung, dijalankan, dan dikembangkan;
6.      Perlindungan terhadap kepentingan rakyat adalah sangat penting. Konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritisme yang merendahkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi tidak dapat diterima;
7.      Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetisi, dan kasih sayang. Birokrasi publik harus menghargai sifat ini & secara aktif mengembangkannya;
8.      Hati nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Ini memerlukan kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan, dan pengkajian tentang prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tak bermoral (good and never justify immoral means);
9.      Para administrator negara tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah, tetapi juga untuk mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan penuh dan tepat pada waktunya
Selanjutnya, untuk dapat melihat baik buruknya suatu pelayanan publik, dapat dilihat dari penerapan nilai-nilai : Efisiensi, Efektivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, dan Akuntabilitas.[22]


C.                KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kami sampaikan dalam tulisan ini antara lain :
§  Etika administrasi publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan aparatur birokrasi pemerintahan dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik
§  Pengimplementasian etika dalam praktek dapat dilihat dari Kode Etik yang dimiliki administrator publik, yang dapat berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam bekerja diatur secara lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada dalam suatu organisasi pelayanan publik
§  Untuk dapat melihat baik buruknya suatu pelayanan publik, dapat dilihat dari penerapan nilai-nilai : Efisiensi, Efektivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, dan Akuntabilitas






[1] Sri Suwitri, Ida Hayu Dwimawanti, Hardi Warsono, Teori Administrasi (Tangerang Selatan : Universitas Terbuka : 2016), hal. 4.19
[3] https://news.detik.com/infografis/d-3654849/8-profesi-paling-banyak-diciduk-kpk, diakses pada tanggal 18 September 2018 pukul 17.20 WIT
[4] https://nasional.kompas.com/read/2014/10/17/22373441/Jokowi.dan.Arti.Revolusi.Mental, diakses pada tanggal 18 September 2018 pukul 11.36 WIT
[5] Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik (Bandung: Alfabeta: 2017), hal. 226
[6] Harbani Pasolong, hal. 227
[7] Harbani Pasolong, hal. 228
[8] Harbani Pasolong, hal. 226
[9] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad Nur Afandi, Administrasi Publik Untuk Pelayanan Publik (Bandung: Alfabeta: 2016), hal. 51
[10] Harbani Pasolong, hal. 226
[11] Harbani Pasolong, hal. 226-227
[12] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad Nur Afandi, hal. 51
[13] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad Nur Afandi, hal. 54
[14] Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis Edisi 2 (Yogyakarta: Gava Media: 2017), hal. 9
[15] Harbani Pasolong, hal. 237
[16] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad Nur Afandi, hal. 51
[17] https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi, diakses pada tanggal 19 November 2018 pukul 20.47 WIT
[18] Pasal 1 angka 1 PP Nomor 42 Tahun 2004
[19] Harbani Pasolong, hal. 237
[20] Dwiyanto Indiahono, hal. 8
[21] Harbani Pasolong, hal. 239
[22] Harbani Pasolong, hal. 240



*) Makalah merupakan Tugas 2 Mata Kuliah Teori Administrasi Program Magister Administrasi Publik fully online Universitas Terbuka Semester 1 Tahun Ajaran 2018/2019

2 comments:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^cc
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.biz...^_~3:23 PM 15-Sep-20
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    ReplyDelete

  LAPORAN PENYELENGGARA RAPAT KOORDINASI EVALUASI PELAKSANAAN SELEKSI CASN TAHUN 2023   Bismillahirrahmanirrahim Assalamu'alai...