MENGUBAH
PERILAKU ADMINISTRATOR PUBLIK MELALUI IMPLEMENTASI ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK *)
A.
PENDAHULUAN
Permasalahan
administrasi publik tidak hanya mengenai aspek struktur dan prosedur organisasi
atau kelembagaan, tetapi juga menyangkut kualitas sumber daya manusia
aparaturnya atau administrator publik. Perbaikan pada tataran oganisasi
kelembagaan dan prosedur administrasi publik akan menjadi sangat tidak efektif
apabila tidak diikuti dengan perubahan yang mengarah pada peningkatan
kompetensi, integritas pribadi, perilaku maupun profesionalitas aparat
pelaksananya. Sejalan dengan itu, Soesilo Zauhar mendefinisikan Reformasi
Administrasi sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah :[1]
1. Struktur
dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional/ kelembagaan).
2. Sikap
dan perilaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efektivitas
organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya
tujuan pembangunan nasional.
Dalam kenyataannya
sekarang ini, perilaku para administrator publik kita tidak mencerminkan
seorang administrator publik yang profesional, kompeten dan memiliki integritas
tinggi. Masih banyak kita dapati kasus-kasus para pejabat dan pegawai
pemerintahan yang melakukan tindakan-tindakan KKN, melanggar hukum maupun
perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya di masyarakat. Hal ini dibuktikan
dengan berbagai penelitian dan riset yang telah dilakukan, sebagaimana hasil
riset LSM Indonesia Corruption Watch
(ICW) yang dilakukan dalam kurun waktu semester 1 tahun 2015. Dalam hasil riset
tersebut, dinyatakan bahwa pelaku korupsi terbanyak berasal dari kalangan
pejabat atau pegawai kementerian dan pemerintah daerah. Sebanyak 267 pelaku
berlatar pejabat dan pegawai pemerintah, 97 pelaku pegawai swasta, anggota
legislatif sebanyak 24 orang, dan pegawai BUMN/BUMD sebanyak 10 orang, serta
kelompok masyarakat sebanyak 10 orang.[2]
Atau yang terbaru, berdasarkan infografis yang dipublikasikan oleh portal
detik.com pada tanggal 23 September 2017 mengenai profesi yang paling banyak
terjerat korupsi oleh KPK, antara lain : Swasta (178), Pejabat Eselon I, II dan
III Pemerintah (159), Anggota DPR/DPRD (135), Gubernur/Walikota/Bupati dan
Wakil (83), Kepala Lembaga atau Kementerian (25), Hakim (18), Komisioner (7),
dan Duta Besar (4).[3] Berbagai
contoh hasil riset dan penelitian ini belum lagi ditambah dengan perilaku para
administrator pemerintahan yang terlibat dengan berbagai tindakan kriminal, terlibat
narkoba, perzinahan, maupun tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya di
masyarakat.
Persoalan perilaku para
administrator publik dan lebih umumnya masyarakat dan bangsa yang semakin
terdegradasi dewasa ini, juga menjadi perhatian serius dari pemerintahan
Presiden Jokowi saat ini, dengan dicanangkannya gerakan nasional Revolusi
Mental. Pada suatu kesempatan, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa karakter
bangsa dan masyarakat Indonesia yang santun, berbudi pekerti, ramah, dan
bergotong royong, yang seharusnya dapat menjadi modal untuk membuat rakyat
sejahtera, sekarang ini telah mengalami degradasi. Degradasi karakter inilah
yang merupakan akar dari munculnya korupsi, kolusi, nepotisme, etos kerja tidak
baik, bobroknya birokrasi, hingga ketidakdisiplinan. Kondisi yang telah
dibiarkan selama bertahun-tahun ini pada akhirnya hadir di setiap sendi bangsa
dan menjadi hal yang lumrah.[4]
Berangkat dari berbagai
kondisi dan permasalahan diatas, maka kami mengangkat tema “Mengubah
Perilaku Administrator Publik melalui Implementasi Etika Administrasi Publik”
sebagai pokok bahasan dalam tulisan kali ini.
B.
ANALISIS
MASALAH
1.
Pengertian
Etika dan Istilah Lain yang Identik
Secara etimologi, etika berasal dari
kata Yunani “Ethos” yang berarti
watak kesusilaan atau adat[5].
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
etika disebut sebagai : (1) Ilmu tentang apa yang “baik” dan apa yang “buruk”
dan tentang hak dan kewajiban moral, (2) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh
golongan atau masyarakat.[6]
Dan dalam Encyclopedia Britannica,
etika dinyatakan dengan tegas sebagai filsafat moral, yaitu studi sistematik
mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah
dan sebagainya.[7]
Adapun istilah-istilah lain yang memiliki
kemiripan makna atau identik dengan etika adalah :[8]
a. Susila
(Sansakerta), yang lebih berorientasi kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup
(sila) yang lebih baik (su).
b. Akhlak
(Arab) yang berarti moral.
c. Moral
(Latin), yang berasal dari kata “Mos”
dengan bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti adat atau cara hidup.
Berbagai istilah tersebut sebenarnya
memiliki makna yang hampir sama, semua terkait dengan perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari, namun memiliki sedikit perbedaan kecil terutama dalam
hal penggunaannya. Perbedaan ini sebagaimana disimpulkan oleh Deddy Mulyadi,
Hendrikus T. Gedeona, dan Muhammad Nur Afandi, adalah konsep etika penekan
pemahamannya lebih sebagai sebuah refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang
harus dilakukan, dan bagaimana melakukan yang baik dan benar. Sementara konsep
moral penekannya pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang seharusnya
dilakukan.[9]
Selain itu perbedaannya ada pada pemakaian sehari-hari, moral dan atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.[10]
Lebih lanjut, banyak ahli dan pakar
memberikan pengertian dan makna tentang etika ini, beberapa diantaranya adalah
:[11]
- Poedjawijatna
mengatakan bahwa etika merupakan cabang filsafat. Etika mencari kebenaran dan
sebagai filsafat ia mencari keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya.
- Bertens
menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah satu diantaranya dan
biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak.
- Etika
menurut Bratawijaya adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau
moral. Etika ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu :
a. Etika
Umum adalah menyajikan suatu pendekatan yang teliti mengenai norma-norma yang
berlaku umum bagi setiap warga masyarakat.
b. Etika
Khusus adalah penerapan etika umum dalam kegiatan profesi, misalnya Etika
Dosen, Etika Sekretaris, Etika Dokter, Etika Bisnis dan Etika Pelayanan.
2.
Etika
Administrasi Publik
Sebagai bagian dari suatu ilmu dan
praktek yang membahas tentang hubungan antar manusia, maka bahasan tentang
perilaku manusia dalam hubungan tersebut juga termasuk sebagai bagian dari administrasi
publik. Para ahli menyepakati bahwa bahasan ini memiliki kecocokan atau kesinambungan
makna dengan istilah etika (etika administrasi publik), dibanding penggunaan
istilah susila, akhlak maupun moral. Secara sederhana makna etika administrasi
publik adalah pemberlakuan etika dalam lingkup administrasi publik. Menurut
Darwin, etika dalam birokrasi pemerintahan atau etika birokrasi adalah
seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam
organisasi.[12]
Bowman dalam bukunya “Achieving Competencies in Public Services,
The Professional Edge” menguraikan bahwa etika merupakan salah satu
kompetensi (kompetensi etis) yang harus dimiliki oleh pejabat publik dan
aparatur birokrasi pelayanan, selain kompetensi teknis dan kompetensi
kepemimpinan. Kompetensi etis ini meliputi aspek-aspek: manajemen nilai, pengembangan
dan penalaran moral, moralitas publik dan pribadi, serta etika
organisasi/keterampilan etika.[13]
Sedangkan etika dalam proses melakukan analisis kebijakan adalah komitmen
analis kebijakan untuk tetap berasas dalam kebenaran ketika melakukan aktivitas
menganalisis masalah kebijakan. Masalah kebijakan dalam kaitan ini bukan hanya
dipandang sebagai aktivitas membela klien yang didampinginya, tetapi jauh dari
itu, seorang analis kebijakan harus mampu memilah mana yang termasuk
kepentingan klien dan mana yang termasuk kepentingan umum.[14]
Sebagai suatu konsep yang dinamis, maka
administrasi publik juga mengalami berbagai perubahan dan pergeseran paradigma.
Harbani Pasolong menyimpulkan, terdapat 3 (tiga) hal pokok terkait pergeseran
paradigma ini dikaitkan pula dengan etika, antara lain : (1) proses menguji dan
mempertanyakan standar etika dan asumsi, secara independen; (2) isi standar
etika yang seharusnya merefleksikan nilai-nilai dasar masyarakat dan perubahan
standar tersebut baik sebagai akibat dari menyempurnakan pemahaman terhadap
nilai-nilai dasar masyarakat, maupun sebagai akibat dari munculnya
masalah-masalah baru dari waktu ke waktu; (3) konteks birokrasi dimana para
administrator bekerja dapat mempengaruhi otonomi mereka dalam beretika.[15]
Dalam konteks kepegawaian negara, etika
seorang Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam
peraturan perundang-undangan ini diatur mengenai etika-etika seorang PNS dalam
etika dalam bernegara, etika dalam berorganisasi, etika dalam bermasyarakat,
etika terhadap diri sendiri, serta etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil.
Etika seorang PNS juga diatur secara implisif pada Peraturan Pemerintah Nomor
53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam regulasi ini berisi
tentang ketentuan perilaku seorang PNS beserta konsekuensi yang akan didapat
oleh PNS tersebut apabila tidak menjalankannya atau mematuhinya, yang berisi
tentang kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan seorang PNS.
Dari berbagai uraian diatas, dapat
digarisbawahi bahwa etika administrasi publik atau dalam istilah lainnya etika
publik memiliki makna pengimplementasian etika dalam setiap tahapan tugas dan
fungsi administrator publik untuk melayani publik. Hal ini sesuai dengan apa
yang disimpulkan oleh Deddy Mulyadi, Hendrikus T. Gedeona, dan Muhammad Nur
Afandi, bahwa etika publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang
menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk
mengarahkan aparatur birokrasi pemerintahan dalam rangka menjalankan tanggung
jawab pelayanan publik.[16]
3.
Implementasi
Etika Administrasi Publik
Pengimplementasian etika dan moral dalam
praktek dapat dilihat dari Kode Etik yang dimiliki administrator publik.
Menurut ensiklopedia Wikipedia, Kode
Etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu
kelompok masyarakat tertentu. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan.[17] Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004, Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di
dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari[18].
Kehadiran kode etik ini dapat berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan
perilaku dalam bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam bekerja diatur secara
lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada dalam suatu organisasi
pelayanan publik.[19]
Hal inilah yang sekaligus menjadi
permasalahan dalam praktek administrasi publik di Indonesia. Kode etik di
Indonesia masih terbatas pada beberapa kalangan profesi saja, seperti
profesi/ahli hukum dan kedokteran. Di sisi lain dalam banyak kasus, kehadiran
kode etik profesi justru cenderung untuk melindungi kepentingan profesi. Kode
etik yang semula menginginkan setiap anggota profesi patuh kepadanya justru
dipakai untuk membela para anggotanya yang dianggap mal-praktek.[20]
Untuk itulah adanya kode etik
administrator publik, utama dalam hal pelayanan publik; kode etik bagi pelayan
publik (Code of Conduct for Public
Servants) menjadi wacana yang sangat penting untuk diimplementasikan. Kita
patut belajar dari pengalaman Amerika Serikat dalam mengupayakan implementasi
etika administrasi publik. Salah satu contohnya dalam hal pelayanan publik,
yaitu adanya kode etik yang dimiliki oleh American
Society for Public Administration (ASPA).
Adapun etika administrasi publik ASPA
ini, yang sekaligus dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi para
administrator publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai berikut
:[21]
1. Pelayanan
kepada masyarakat adalah di atas pelayanan kepada diri sendiri;
2. Rakyat
adalah berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah pada akhirnya
bertanggung jawab kepada rakyat;
3. Hukum
mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah. Apabila hukum atau peraturan
dirasa bermakna ganda, tidak bijaksana, atau perlu perubahan, kita akan mengacu
kepada sebesar-besarnya kepentingan rakyat sebagai patokan;
4. Manajemen
yang efisien dan efektif adalah dasar bagi administrasi negara. Penyalahgunaan
pengaruh, penggelapan, pemborosan, dan/atau penyelewengan tidak dapat
dibenarkan. Pegawai-pegawai bertanggung jawab untuk melaporkan jika ada
tindakan penyimpangan;
5. Sistem
penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas- asas itikad yang baik akan
didukung, dijalankan, dan dikembangkan;
6. Perlindungan
terhadap kepentingan rakyat adalah sangat penting. Konflik kepentingan, penyuapan,
hadiah, atau favoritisme yang merendahkan jabatan publik untuk keuntungan
pribadi tidak dapat diterima;
7. Pelayanan
kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat keadilan,
keberanian, kejujuran, persamaan, kompetisi, dan kasih sayang. Birokrasi publik
harus menghargai sifat ini & secara aktif mengembangkannya;
8. Hati
nurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Ini memerlukan
kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan, dan pengkajian tentang
prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tak bermoral
(good and never justify immoral means);
9. Para
administrator negara tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah, tetapi
juga untuk mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung jawab dengan
penuh dan tepat pada waktunya
Selanjutnya, untuk dapat melihat baik
buruknya suatu pelayanan publik, dapat dilihat dari penerapan nilai-nilai :
Efisiensi, Efektivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, dan Akuntabilitas.[22]
C.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang
dapat kami sampaikan dalam tulisan ini antara lain :
§ Etika
administrasi publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang menentukan
baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan
aparatur birokrasi pemerintahan dalam rangka menjalankan tanggung jawab
pelayanan publik
§ Pengimplementasian
etika dalam praktek dapat dilihat dari Kode Etik yang dimiliki administrator
publik, yang dapat berfungsi sebagai kontrol langsung sikap dan perilaku dalam
bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam bekerja diatur secara lengkap
melalui aturan atau tata tertib yang ada dalam suatu organisasi pelayanan
publik
§ Untuk
dapat melihat baik buruknya suatu pelayanan publik, dapat dilihat dari
penerapan nilai-nilai : Efisiensi, Efektivitas, Kualitas Layanan,
Responsivitas, dan Akuntabilitas
[1] Sri Suwitri, Ida Hayu Dwimawanti, Hardi
Warsono, Teori Administrasi (Tangerang Selatan : Universitas Terbuka : 2016),
hal. 4.19
[2] https://www.suara.com/news/2015/09/29/112100/inilah-10-profesi-yang-terbanyak-melakukan-korupsi-di-indonesia,
diakses pada tgl 18 September 2018 pukul 16.50 WIT.
[3] https://news.detik.com/infografis/d-3654849/8-profesi-paling-banyak-diciduk-kpk,
diakses pada tanggal 18 September 2018 pukul 17.20 WIT
[4] https://nasional.kompas.com/read/2014/10/17/22373441/Jokowi.dan.Arti.Revolusi.Mental,
diakses pada tanggal 18 September 2018 pukul 11.36 WIT
[5] Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik
(Bandung: Alfabeta: 2017), hal. 226
[6] Harbani Pasolong, hal. 227
[7] Harbani Pasolong, hal. 228
[8] Harbani Pasolong, hal. 226
[9] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad
Nur Afandi, Administrasi Publik Untuk Pelayanan Publik (Bandung: Alfabeta:
2016), hal. 51
[10] Harbani Pasolong, hal. 226
[11] Harbani Pasolong, hal. 226-227
[12] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad
Nur Afandi, hal. 51
[13] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad
Nur Afandi, hal. 54
[14] Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis Edisi 2
(Yogyakarta: Gava Media: 2017), hal. 9
[15] Harbani Pasolong, hal. 237
[16] Deddy Mulyadi, Henderikus T. Gedeona, Muhammad
Nur Afandi, hal. 51
[17] https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi,
diakses pada tanggal 19 November 2018 pukul 20.47 WIT
[18] Pasal 1 angka 1 PP Nomor 42 Tahun 2004
[19] Harbani Pasolong, hal. 237
[20] Dwiyanto Indiahono, hal. 8
[21] Harbani Pasolong, hal. 239
[22] Harbani Pasolong, hal. 240
*) Makalah merupakan Tugas 2 Mata Kuliah Teori Administrasi Program Magister Administrasi Publik fully online Universitas Terbuka Semester 1 Tahun Ajaran 2018/2019
Makasih. Bermanfaat sekali.
ReplyDeleteNumpang promo ya Admin^^
ReplyDeleteajoqq^^cc
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.biz...^_~3:23 PM 15-Sep-20
segera di add Whatshapp : +855969190856